Monday, January 03, 2011

Pembuktian secara umum di muka sidang


Oleh : A. Hodri

Pembuktian
Pembuktian atau membuktikan adalah memberi kepastian secara mutlak, secara yuridis membuktikan berarti memberi dasar yang cukup kepada hakim  yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang di ajukan.
Semua jenis perkara atau sengketa harus bisa di buktikan secara obyektif di muka pengadilan atau siding, karena validitas dan akurasi dari bukti itu turut menentukan keputusan yang akan di ambil (di vonis) oleh hakim, berbeda halnya dengan perkara yang tidak di ingkari oleh lawan, karena jika sudah di benarkan oleh pihak lawan, maka tidak perlu lagi di buktikan.
Tujuan Pembuktian adalah putusan hakim yang di dasarkan atas pembuktian tersebut. Hukum pembuktian  positif itu di atur dalam HIR dan Rbg serta BW buku IV. Sedangkan yang harus di buktikan adalah peristiwa hukumnya bukan hukumnya, karena dalam acara perdata yang di cari adalah kebenaran formil, berbeda dengan pidana yang mencari kebenaran materiil.
Yang wajib membuktikan adalah pihak-pihak yang punya kepentingan di dalam perkara atau sengketa. Pihak  lawan dapat pula mengajukan bukti, yang di kenal dengan “bukti lawan” yaitu setiap pembuktian yang bertujuan untuk menyangkal akibat hukum yang di kehendaki oleh pihak lawan. Pembebanan pembuktian itu tercantum dalam pasal 163 HIR (ps 283 Rbg, 1865 BW) ; yang inti isinya adalah barang siapa yang mengaku mempunyai hak atau untuk menyangkal, maka harus membuktikan dengan pembuktian.

Alat Bukti
Ada sedikit perbedaan dalam hukum pidana dan perdata, kalau di pidana yang menjadi prioritas adalah keterangan saksi, namun dalam hukum perdata dapat di klasifikasikan (sebagaimana dalam undang-undang ps 164 HIR 284 Rbg 1866 BW) sebagai berikut :
1. Alat bukti tertulis
Di atur dalam (138, 167 HIR, 164, 285-305 Rbg no 29 dan ps 1867-1894 BW). Alat bukti tertulis atau surat adalah segala seuatu yang memuat tanda-tanda baca yang di maksudkan untuk mencurahkan isi hati atau pikiran seseorang dan di jadikan bahan bukti. Jadi segala sesuatu yang tidak mengandung tanda baca atau buah pikiran atau hati tidak di anggap sebagai bukti, seperti  potret, peta, denah dll.
Surat sebagai alat bukti di bagi dua ; a. Akta (surat yang di beri tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang memang sengaja untuk di jadikan alat bukti) dan b. Bukan Akta. Akta juga terbagi dua ; a. Akta Otentik (akta yang di buat oleh pejabat yang di beri wewenang oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk di muat di dalamnya oleh yang berkepentingan, lihat ps 165 HIR dan 1868 BW, 285 Rbg) dan b. akta bawah tangan (akta yang sengaja di buat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat, hanya untuk pihak yang berkepentingan. Ini di atur dalam S 1867 no 29 untuk Jawa dan Madura, sedang luar Jawa dan Madura di atur dalam ps 186-305 Rbg).
Fungsi Akta ;
Untuk fungsi formil (formalitas causa), yaitu bukti dari adanya perbuatan hukum. Dan juga sebagai alat bukti (probationis causa). Kekuatan pembuktian akta itu terbagi dalam ; kekuatan pembuktian lahir, kekuatan pembuktian formil, kekuatan pembuktian materiil
Surat lain yang bukan akte adalah (ps-1874 BW dan 1883 BW ) buku daftar / register, surat rumah tangga , tanda pembayaran atau surat bukti pengiriman barang.  Sedangkan hasil tehnologi, seperti mikrofilm, mikrofiche dan faksimele menurut keputusan MA 14 April 1976 dapat dijadikan sebagai alat bukti

2. Pembuktian Saksi
Diatur dalam pasal 139-152, 168-172  HIR (Ps 165-179 Rbg), 1895 dan 1902 -1912 BW. Kesaksian adalah kepastian keterangan yang di berikan oleh saksi kepada hakim di hadapan sidang secara lisan dan pribadi . pembuktian saksi di ijinkan dalam segala hal kecuali ada undang–undang menentukan lain.
Dalam setiap kesaksian, saksi harus menyebutkan pengetahuannya, tidak hanya menerangkan bahwa ia mengetahui peristiwanya. Kesaksian dapat dibenarkan dari orang dengan mata kepala sendiri, jika kalau mendengar dari orang lain (saksi de audito) bukan merupakan alat bukti. Keterangan satu orang saksi tidak bisa dianggap alat bukti, karena ada kaidah “unus testis nullus testis” (169 Hir, 306 Rbg, 1905 Bw). Keterangan tertulis  di bawah sumpah (affidavid) dari seseorang tidak disamakan dengan keterangan saksi dimuka hakim.
Pihak-pihak yang tidak boleh memberikan kesaksian, dapat di bedakan menjadi :
  1. Tidak mampu secara mutlak. yaitu, keluarga sedarah dan semenda menurut keturunan yang lurus dari satu pihak, Suami atau istri dari salah satu pihak (walaupun sudah bercerai)
  2. Tidak mampu secara nisbi atau relative, yaitu anak-anak (ketika sudah dewasa, maka ada kemungkinan baginya untuk menjadi saksi) dan orang gila (kalau sudah sadar dari sifat gilanya tersebut, maka bisa bertindak sebagai saksi pula).
Kewajiban seorang saksi adalah: Menghadap (kepersidangan) apabila ada panggilan dari pihak pengadilan untuk di mintai keterangan lewat persaksiannya, bersedia untuk di sumpah, agar memberi keterangan yang sebenar-benarnya dan obyektif sesuai dengan apa yang di lihat, di dengar dan di alaminya sendiri.

3.  Persangkaan
Persangkaan adalah alat bukti yang tidak langsung, yang dapat di bedakan:
a.       Persangkaan berdasarkan kenyataan(yang diputuskan oleh Hakim)
b.       Persangkaan berdasarkan hukum (ditetapkan oleh Undang-Undang). Yang meliputi persangkaan adanya pembuktian lawan dan tidak adanya pembuktian lawan.
Menurut pasal 1915 Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh Undang-Undang atau hakim di gali dari suatu peristiwa yang  nyata ke peristiwa yang belum nyata.

4.      Pengakuan 
Pengakuan adalah keterangan sepihak, baik lisan maupun tulisan yang dinyatakan secara tegas di persidangan. Itu untuk membenarkan peristiwa, hak atau hubungan hukum yang di ajukan lawan.
Pengakuan dibagi tiga : Pengakuan murni, yaitu yang bersifat sementara sesuai dengan tuntutan pihak lawan. Pengakuan kualifikasi, yaitu pengakuan yang di sertai dengan sangkalan terhadap sebagian dari tuntutan. Pengakuan. dengan clausula, yaitu pengakuan yang disertai dengan keterangan tambahan dengan sifat membebaskan.
Pengakuan yang disampaikan diluar sidang bukan merupakan alat bukti, jadi itu harus di bawa dan dibuktikan di hadapan persidangan, berbeda dengan pengakuan tertulis.

5. Sumpah
Yaitu suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau di ucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat Mahakuasa dari tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi ketrengan palsu, maka akan di hukum oleh-Nya.
Ada dua macama sumpah, yaitu ;
1) Sumpah untuk berjanji melakukan atau tidak melakukan sesuatu, yang di sebut Sumpah Promissoir, termasuk dalam hal ini adalah sumpah dari saksi atau keterangan dari saksi ahli.
2) Sumpah untuk memberi keterangan guna meneguhkan bahwa sesuatu itu benar atau tidak, yang di sebut sumpah Assertoir atau confirmatoir.
Sedangkan dalam HIR sumpah itu di bedakan dalam tiga hal, yaitu :
a)  Sumpah pelengkap –Suppletoir-,
b) Sumpah pemutus yang bersifat menentukan -decicoir- dapat berupa sumpah pocong,  sumpah mimbar “sumpah di gereja” dan sumpah klenteng,
c)  Sumpah penaksiran –aestimor, schadtingseed-

6. Pemeriksaan Setempat
Sebagaimana telah di terangkan sebelumnya (ps 164 HIR, ps 284 Rbg, ps 1866 BW) bahwa bukti tersebut di atas hanya bersifat limitative, akan tetapi masih ada bukti di luar itu, yaitu alat-alat bukti yang dapat di pergunakan untuk memperoleh kepastian mengenai kebenaran suatu peristiwa yang menjadi sengketa.
Yang di maksud dengan Pemeriksaan Setempat / Descente adalah Pemeriksaan mengenai perkara oleh hakim karena jabatannya yang di lakukan di luar gedung atau tempat kedudukan pengadilan, agar hakim dengan melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang membri kepastian tentang peristiwa yang menjadi sengketa.
Jadi pemeriksaan setempat ini, di lakukan oleh hakim karena jabatannya, bukan karena pribadinya (pribadi hakim tidak bisa betindak dan di jadikan alat bukti).

7. Keterangan Ahli
Adalah keterangan dari pihak ketiga untuk memperoleh kejelasan bagi hakim dari suatu peristiwa yang di sengketakan, yang lazim di sebut sebagai “Saksi Ahli”. Jadi keterangan ahli adalah keterangan pihak ketiga yang obyektif dan bertujuan untuk membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan hakim sendiri.
Hal ini di atur dalam ps 154 HIR (ps 181 Rbg, 215 Rv) yang menyebutkan bahwa, perkara yang dapat di jelaskan oleh seorang ahli, maka atas permintaan salah satu pihak atau karena jabatannya pengadilan dapat mengangkat seorang ahli.
Sedangkan masalah Ahli atau tidaknya sesorang itu di tentukan sejauh mana ia mengetahui perkara tersebut, dan laporan dari ahli tersebut –baik lisan maupun tulisan- itu di perkuat dengan sumpah untuk menjamin obyektifitasnya.
Apabila seorang ahli tidak bisa memberi pendapat kemudian tidak memenuhi kewajibannya dapat di hukum untuk mengganti kerugian (ps 225 Rv).
Perbedaan Saksi dan Ahli, yatu :
a.       Kedudukan seorang ahli dapat di ganti oleh ahli yang lain, sedangkan saksi tidak dapat di ganti dengan saksi yang lain.
b.       Kalau dalam saksi ada asas “unus testis nullus testis, -satu saksi tidak di anggap sebagai saksi-”, akan tetapi dalam Ahli tidak mengenal asas tersebut, satu orang saja sudah di anggap cukup dan bisa memberi keterangan sebagai penguat dari keputusan yang akan di ambil oleh hakim.
c.       Seorang ahli biasanya mempunyai keahlian di bidang yang di sengketakan, sedangkan saksi tidak harus demikian, hanya sebatas pengetahuan yang di lihat, di dengar dan di alaminya sendiri.
d.       Keterangan saksi sebelum terjadinya proses, keterangan ahli setelah terjadinya proses
e.       Saksi harus memberi keterangan secara lisan, karena kalau tertulis bukan lagi di namakan saksi, namun termasuk bukti tertulis, sedangkan keterangan tertulis ahli tidak termasuk bukti tertulis.
f.         Hakim terikat untuk mendengar persaksian dari saksi, sedangkan untuk ahli tidak harus di dengarkan (di indahkan) oleh hakim.

No comments:

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang beragama Islam, semoga puasa kali ini bisa lebih baik dari yang sebelumnya baik dari amal ibadah ...