1. Zaman Kolonial Belanda
Penjajah Belanda membentuk
Hooggerechtshof yang menjadi Pengadilan Tertinggi dan berkedudukan di
Jakarta. Hooggerechtshof membawahi seluruh Indonesia dengan seorang
Ketua dan 2 orang anggota.
Kewenangan Hooggerechtshof yaitu
mengawasi jalannya peradilan di seluruh Indonesia, mengawasi
perbuatan/kelakuan hakim hingga memberikan sanksi.
Saat itu,
Belanda menerapkan UU berdasarkan golongan yaitu Belanda, Timur
Asing/Eropa non Belanda dan Pribumi. Seperti hak penguasaan tanah yang
menggunakan sistem hukum Belanda. Sistem yang terus diskriminatif ini
terus dibawa sampai sekarang. Penjajahan Belanda juga menyisakan UU yang
hingga kini masih dipakai seperti KUHP serta KUHPerdata.
2. Zaman Penjahan Belanda
Penjajah
Jepang merubah Hooggerechtshof dengan Saikoo Hooin. Namun, kewenangan
Saikoo Hooin diturunkan keKooto Hooin (Pengadilan Tinggi) pada tahun
1944 dengan keluarnya Osamu Seirei (Undang-Undang) No 2/1944.
3. Pasca Proklamasi Kemerdekaan
Pada
saat berlakunya UUD 1945 tidak ada badan Kehakiman yang tertinggi. Satu
satunya ketentuan yang menunjuk ke arah badan Kehakiman yang tertinggi
adalah pasal 24 ayat 1 UUD 1945. Lalu keluar Penetapan Pemerintah No
9/S.D. tahun 1946 yang menunjuk kota Jakarta Raya sebagai kedudukan MA.
Lalu
lahir UU No 7/1947 tentang susunan kekuasaan MA dan Kejaksaaan Agung
yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947. Lantas UU ini diperbaharui
pada 1948 yang menetapkan MA ialah pengadilan federal tertinggi.
4. Zaman Revolusi Kemerdekaan
MA
pernah berkedudukan di Yogyakarta pada bulan Juli 1946 dan kembali ke
Jakarta pada tanggal 1 Januari 1950, setelah selesainya KMB dan
pemulihan Kedaulatan. Sebagai Ketua MA pertama yaitu Kusumah Atmadja.
Pada
12 Desember 1947 Pemerintah Belanda Federal mendirikan Hoogierechtshof
yang beralamat di Jalan Lapangan Banteng Timur 1 Jakarta (sekarang
gedung Kementerian Keuangan).
Saat itu, MA dan Kejaksaan Agung
berdiri satu atap di bawah Departemen Kehakiman. Lalu Kejaksaan Agung
memisahkan diri dari MA sejak lahirnya UU No 15/1961 tentang UU Pokok
Kejaksaan.
5. Zaman Orde Baru
Lahir UU No 14/
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. MA
membawahi Peradilan Umum,Peradilan Agama, Peradilan Militer dan
Peradilan Tata Usaha Negara. Namun, MA masih di bawah bayang-bayang
pemerintah rezim Soeharto dengan menempatkan hakim sebagai PNS
Departemen Kehakiman, Departemen Agama dan ABRI.
"Saat itu MA
sangat korup," tulis Sabastian Pompe, peneliti asal Belanda dalam
desertasi doktor yang dijadikan buku 'The Indonesian Supreme Court: A
Study of Institusional Collapse'
6. Zaman Reformasi
MA
diberikan kewenangan mutlak memegang fungsi yudikatif. Untuk mencegah
hukum yang diktator maka UUD 1945 melahirkan Komisi Yudisial (KY)
sebagai pengawas MA. Menandai era reformasi, MA dipimpin dari tokoh
masyarakat yaitu Guru Besar Universitas Padjajaran (Unpad), Bandung,
Bagir Manan.
Untuk menyerap aspirasi reformasi yang menginginkan
MA bebas KKN maka lahir pula berturut-turut lembaga semi judicial
seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Komisi Informasi
(KI).
(dikutip dari berbagai sumber)