Friday, October 01, 2010

Refleksi Atas Praktek Ekonomi Islam Di Tengah Masyarakat


“oleh : Ahmad Hodri, S. HI”

Degradasi dan keterpurukan roda perekonomian Indonesia telah berimplikasi terhadap kehidupan masyarakat dari segala sektor, angka kemiskinan dan pengangguran mengalami peningkatan yang signifikan. Indonesia (secara khusus) di satu sisi patut bersyukur, karena dengan adanya konsensus ulama’ untuk merekomendasikan pembentukan bank yang menggunakan sistem dan regulasi berdasarkan syari’at, pada loka karya “Bunga Bank dan Sistem Perbankan”, tanggal 19-22 Agustus 1990 yang di adakan oleh Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) walau dengan proses yang cukup panjang dan alot, dan baru pada tanggal 1 November 1991 di sepakati dan di tanda tangani akta pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) oleh 200 orang pendiri dengan total modal dasar Rp 500 miliyar (Lubis : 2004).
 Sejak itulah bank Islam mulai menampakkan identitasnya, dengan prinsip dan praktek operasional berdasarkan syari’ah, yang membuat respon masyarakat bertambah dan menjadikan bank syari’ah sebagai alternatif dari pengembangan ekonomi masyarakat, khususnya kalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah.
Dalam realitas, prospek perekonomian di seantero nusantara ini cukup potensial, karena kultur dan budaya yang cukup inklusif, agamis dan plural, membuka peluang bagi kalangan Ekonom atau Bankir untuk menarik simpati masyarakat agar melirik dan merespon berbagai macam produk yang di tawarkan dengan cara yang sehat, bersih  dan marketable sesuai dengan prinsip dan aturan main syari’at.
Tak terkecuali lembaga keuangan syari’ah, meskipun dengan jargon dan label yang bernafaskan Islam, namun bisa di terima secara terbuka oleh kalangan masyarakat awam ataupun terpelajar, muslim ataupun non muslim. Yang kesemuanya ini butuh kerja keras dan proses panjang yang tidak berkesudahan, karena perjalanan bank syari’ah di negeri kita tercinta ini, memang agak sedikit lamban dan terbelakang, berbeda dengan Negara-negara tetangga yang sudah sejak lama menerapkan prinsip ekonomi yang berlandaskan pada syari’at, seperti Malaysia, Mesir dan Negara-negara Timur Tengah.
Perjuangan yang harus di lakukan secara serius dan intensif itu merupakan bentuk dan implementasi dari enam tantangan yang harus di lalui secara profesional, sebagaimana telah di lansir oleh media massa dalam pertemuan Islamic Financial Service Board (IFSB), yang di ungkapkan oleh ketua IFSB yang juga Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah, yang pertama ; adalah pengembangan kelembagaan, kedua ; pengembangan produk, ketiga ; pengembangan pasar, keempat, kerangka hukum dan peraturan yang berlaku, kelima ; suber daya manusia, keenam ; pengawasan terhadap prinsip kehati-hatian dan syari’ah
Tantangan tersebut harus benar-benar menjadi motivasi dan pola penggerak para Ekonom agar lebih inovatif, progresif  dan kompetitif di dalam mengembangkan potensi perekonomian umat, khususnya di daerah dan wilayah yang kompleks dan plural. Setidaknya ada sinergitas peran para stakeholder, sebagaimana di sinyalir oleh Tan Datok Zeti Akhtar Aziz, Gubernur ketujuh Bank Negara Malaysia, yaitu meliputi komitmen semua pihak yang berkepentingan yakni para stakeholder dan tersedianya akses masyarakat untuk menjangkau produk keuangan syari’ah, karena bagaimanapun kemasan dan formulasi sistem “Syari’ah” yang kita tawarkan, namun tidak tersentuh lapisan masyarakat kelas bawah (grass root), maka perjalanan operasional lembaga syari’ah tetap akan tersendat dan akan terbelakang, dengan bahasa lugas, ekonomi Indonesia akan tetap menempati rating yang relatif mengcewakan. 
Praktek ini lebih merupakan akulturasi yang mengarah pada substansi nilai syari’ah, yaitu Islamisasi sistem ekonomi, yang bersih dari unsur riba dan pembebanan kepada salah satu pihak, pihak bank ataupun pihak nasabah. Hal ini di maksudkan agar para pelaku bisnis dan ekonomi serta penguasa dan masyarakat bisa mengembangkan dan memulihkan roda perekonomian bangsa yang kian terpuruk, sejak krisis moneter pertengahan tahun 1997 lalu hingga kini, yang berimplikasi pada krisis multidimensi dari segala sektor.
Basis populasi penduduk muslim Indonesia yang dominan, seharusnya menjadi peluang tersendiri bagi prospek ekonomi syari’ah yang lebih optimal dan massif. Karena kalau kita belajar dari sejarah, di Negara Asing, yang populasi penduduknya mayoritas non muslim, ternyata mampu menerapkan dan mengembangkan potensi ekonomi secara Islami, “syari’ah”.
Terbukti di Kanada, misalnya, sejak tahun 1980 sudah ada lembaga keuangan dan perbankan yang bernama Islamic Coorperative Honging Coorporation, Tolonto. Australia juga tidak kalah saing, di sana ada Muslim Community Cooperative Aust (MCCA), Melbourne, tahun 1989. Islamic Finance House Universal Holding SA, tahun 1979 di Luxembourg. Bahkan di Senegal juga ada Banque Islamic Du Senegal, tahun 1983. di Swiss ada Dar al Mal al Islam Trust, Jenewa, tahun 1984. Inggris tidak mau ketinggalan dengan mendirikan al Baraka Investement Co, London, tahun 1983 (Mervyn 2004)
Terlepas dari maksud dan tujuan mereka, namun yang jelas ini merupakan bentuk kepekaan para pelaku bisnis dan ekonomi dalam pembacaannya terhadap peluang dan pangsa pasar. Regulasi yang di terapkan pun mengacu dan mengadopsi dari berbagai sendi ajaran Islam yang memang sejak awal di bawa oleh Nabi Muhammad sebagai wujud manifestasi konsep rahmatan lil alamin. Aplikasi ekonomi yang berdasarkan ajaran dan tuntunan Islam tersebut tidak sampai menyentuh pada tatanan nilai keimanan, yang mereka terapkan adalah formulasi etika dan moral secara legal formal, sehingga tidak keliru ketika Muhammad Abduh, seorang Pemikir Mesir, mengatakan bahwa “ra’aitu al Islama qanunan wala imanan fi al gharbiyyah, wa ra’aitu al Islama imanan wala qanunan fi al syarqiyyah (saya melihat Islam secara regulatif, sistem dan tatanan nilai kehidupan berbangsa dan bernegara di barat, walaupun banyak masyarakatnya tidak beriman. Tetapi, saya melihat Islam dengan populasi muslim terbesar di daerah timur, akan tetapi regulasi, sistem dan tata nilai kehidupan berbangsa dan bernegaranya tidak Islami)”
Oleh karena itu, di dalam usaha untuk mengembangkan ekonomi “syari’ah” yang lebih inovatif tersebut butuh strategi yang mapan, di antaranya adalah Memperkenalkan serta mensosialisasikan berbagai macam produk dan operasional bank syari’ah keseluruh lapisan masyarakat, tak terkecuali umat non muslim.
Pandangan masyarakat saat ini mulai tampak realistis dan pragmatis,  apapun bentuk dan format regulasi dan sistem perbankan bukan manjadi prioritas, namun lebih menekankan pada sistem ekonomi dan bisnis yang lebih menjanjikan dan prospektif, tanpa memandang labelitas dan identitas keagamaan yang partikular. Berdasarkan latar belakang inilah, paling tidak kita bisa menda’wahkan terhadap publik, lebih-lebih bagi kalangan masyarakat non muslim, bahwa ada model dan sistem keuangan syari’ah yang lebih dinamis dan prospektif di dalam mengembangkan roda perekonomian masyarakat secara holistic
Belajar dari kekurangan dan kelemahan (kegagalan) sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, semakin penting untuk menerapkan sistem ekonomi yang lebih berpihak kepada kesejahteraan masyarakat secara utuh. Fluktuasi ekonomi yang semakin tidak menjanjikan membuat kalangan masyarakat (khusunya ekonomi menengah kebawah) kehilangan kepercayaan terhadap praktek ekonomi konvensional. Namun ada beberapa pandangan yang mensinyalir bahwa keberadaan sistem ekonomi syari’ah tidaklah dapat dipisahkan dengan sistem kapitalis ataupun sistem sosialis dengan berbagai rasionalisasi dan argumentasi bahwa tidak ada prinsip dikotomis antara syari’ah dengan karakter kapitalis maupun sosialis, suatu keyakinan yang tidak bisa serta merta disalahkan, namun yang terpenting adalah bagaimana kita bisa meyakinkan publik bahwa konsep “syari’ah” memang representatif untuk memulihkan potensi ekonomi yang masih labil.
Kondisi sosio-ekonomi dewasa ini bersama-sama dengan degenerasi moral menggerogoti dasar-dasar solidaritas Islam. Sejumlah lembaga yang ada merupakan legalisasi dunia feodal Islam atau kolonial masa lalu yang sebagian atau keseluruhan bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam, masih sering terjadi eksploitasi ekonomi layaknya sistem kapitalisme. Kebanyakan orang tidak mengetahui dan menyadari tuntutan Islam terhadap peningkatan karakter dan kepribadian, ada gejala ketidak pedulian, ketidak tulusan, korupsi, tipu daya dan degenerasi.
Prospektif lembaga keuangan syari’ah memang terlihat dari corak dan etika kerja yang cukup berbeda dengan dunia konvensional, praktek ekonomi kita seharusnya lebih transparan, karena sudah terlanjur berpredikat “syari’ah”, paling tidak kita bercermin pada system yang di terapkan di zaman Bani Umaiyah dan Abbasiyah, yang para akuntan dan auditor berpegang pada enam prinsip akuntansi, Pertama ; semua urusan keuangan harus ditulis dengan jelas, terang, dan teliti. Kedua ; semua catatan harus dibuat berdasarkan bukti yang shahih. Ketiga ; harta disimpan ditempat khusus. Keempat ; pekerjaan dilakukan oleh orang yang dapat dipercaya dan kompeten di bidang syari’ah. Kelima ; segala account hendaklah diperiksa (koreksi) oleh orang yang bukan acoount itu. Keenam ; stock selalu di hitung pada waktu tertentu secara reguler dan transapran.
Praktek dunia ekonomi saat ini cenderung memprioritaskan pada orientasi profit yang memang tidak terlalu tampak di permukaan, realitas telah menyuguhkan berbagai fakta, bahwa aplikasi konsep “syari’ah” di berbagai lembaga keuangan syari’ah masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi system regulasi maupun para pelaku bisnis dan bankir “syari’ah” masih mencaplok praktisi yang murni berlatar belakang kovensional yang kecenderungannya masih lekat dengan praktek ribawi. Oleh larena itu, proses untuk berbenah harus tetap di prioritaskan agar tujuan dan nilai syari’ah yang di usung lewat lembaga dan dunia perbankan Islam bisa melakukan operasional secara maksimal dan menyentuh di kalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah yang pada dasarnya cukup potensial untuk di kembangkan secara produktif. Dengan begitu, tidak mustahil penghentasan terhadap jutaan masyarakat miskin Indonesia bisa di realisir.
       Amin ………………

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang beragama Islam, semoga puasa kali ini bisa lebih baik dari yang sebelumnya baik dari amal ibadah ...