Wednesday, December 29, 2010

Menikahi Wanita Musyrik (I)


Ahmad Hodri, S. HI
 “Dan janganlah kamu mengawini wanita-wanita musyrikah, sehingga mereka beriman. Sesungguhnya hamba wanita yang mu’minah itu lebih baik dari wanita musyrikah, meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan (wanita mu’minah dengan) laki-laki musyrik sehingga mereka beriman. Sesungguhnya hamba yang mukmin itu lebih baik dari orang musyrik walau dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke Surga dan keampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (hukum-hukum) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran“ [Al Baqarah : 221]

Islam identik demtik dengam ilmu pasti (eksakta), islam tidak mengajarkan suatu statemen imaginer karena apapun bentuk imajinasi, tidak lebih dari sebuah spekulasi yang berimplikasi pada dua alternative ; a. adakalanya kita (orang islam) yang di untungkan, dalam hal ini istri muslimah bisa menggaet (masuk islam) suaminya yang non muslim, atau sebaliknya, b. yaitu suami yang non muslim itu akan menjerumuskan wanita (istri) muslimah kedalam agamanya (suami). Jika ini yang terjadi, berarti spekulasi yang di harapkan membuahkan hasil sesuai dengan planning awal ternyata terbalik fakta searah jarum jam. Melakukan tindakan yang sifatnya belum jelas (untung-untungan) dengan menaruh ideology sebagai jaminan, maka hal itu tidak bisa di benarkan. Alangkah lebih baik jika kita melakukan tindakan preventif terhadap hal-hal yang tidak kita inginkan, yaitu dengan cara melarang wanita muslimah kawin dengan laki-laki non muslim.

Sababun Nuzul
a.       Kisah Murtsid bin Abi Murtsid yang hendak mengawini tawanan yang berbeda agama dengannya. Meski satu sisi, alasan ini di tolak oleh as Suyuti, yang mengatakan bahwa kisah ini (Murtsid) merupakan sebab dari turunnya surat an Nur : 3.
  1. Kisah Abdullah bin Rawahah yang telah mengawini hamba perempuannya, yang kemudian mendapat apresiasi negative dari masyarakatnya yang lebih terbiasa mengawini wanita musyrik nan kaya serta bertahta.

Ahkamu al Syar’iyyah
a.      Para jumhur dan ulama’ madzhab yang empat sepakat bahwa menikahi wanita ahlul kitab itu boleh dan di sahkan menurut agama, karena yang di larang adalah wanita-wanita dari penyembah berhala dan majusi, yaitu dengan dalil dari hadits Nabi yang artinya “Perlakukanlah mereka itu sebagaimana (kamu memberlakukan) Ahli Kitab, hanya (yang tidak boleh adalah) menikahi perempuan-perempuan mereka dan sembelihan-sembelihan mereka”
  1. Sedangnkan Ibn Umar mengatakan bahwa menikahi ahlul kitab itu tidak boleh, dengan dalih dari statemennya ”Allah mengharamkan perempuan musyrikah di kawini oleh orang islam dan aku tidak melihat kesyirikan yang lebih besar dari seorang perempuan yang berkata ; Isa adalah Tuhan, atau Tuhannya adalah seorang manusia hamba Allah”, hal senada juga di ungkapkan oleh Syi’ah Imamiyah dan sebagian Ziyadiyah.
Laki-laki non muslim yang di larang untuk di nikahi adalah orang musyrik, yaitu orang kafir yang tidak beragama selain agama islam, maka mencakup orang majusi, orang yang menyembah berhala, yahudi dan nasrani, serta orang yang murtad.
As Shabuni pernah di Tanya oleh mahasiswa non muslim seraya menyindir fanatisme orang islam, “mengapa laki-laki muslim boleh menikahi wanita ahlul kitab, sedangkan wanita muslim di larang menikah dengan laki-laki non muslim”. Beliau menjawab, “kami, kaum muslimin mengimani Nabimu, Isa, dan Kitabmu, Injil. Maka jika kamu mengimani Nabi kami dan Kitab kami, tentu kami akan mengawinkan kamu dengan putrid-putri kami, maka siapakah yang ekstrim ??????.”
Wallahu A'lam

No comments:

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang beragama Islam, semoga puasa kali ini bisa lebih baik dari yang sebelumnya baik dari amal ibadah ...